Kemerdekaan Timor Leste

Kemerdekaan Timor Leste

Sejarah Timor Leste berawal dari kedatangan orang Australoid dan Melanesia. Orang dari Portugis mulai berdagang dengan pulau Timor pada awal abad ke-15 dan menjajahnya pada pertengahan abad itu juga. Setelah terjadi beberapa bentrokan dengan Belanda, dibuatlah Perjanjian Lisbon (1859) dimana Portugal memberikan bagian barat pulau itu. Secara resmi pada tanggal 17 Juli 1909, pemerintah Portugis mengeluarkan keputusan kerajaan yang mengakui wilayah Timor Portugis sebagai bagian kerajaannya “reinos”.Jepang kemudian menguasai Timor Portugis dari 1942 sampai 1945, tetapi setelah mereka kalah dalam Perang Dunia II Portugal kembali menguasainya

Pada tahun 1975, ketika terjadi Revolusi Anyelir di Portugal dan Gubernur terakhir Portugal di Timor Leste, Lemos Pires, tidak mendapatkan jawaban dari Pemerintah Pusat di Portugal untuk mengirimkan bala bantuan yang sedang terjadi perang saudara, maka Lemos Pires memerintahkan untuk menarik tentara Portugis yang sedang bertahan di Timor Leste untuk mengevakuasi diri ke Pulau Kambing atau dikenal dengan Pulau Atauro. Setelah itu FRETILIN menurunkan bendera Portugal dan mendeklarasikan sebagai Republik Demokratik Timor Leste pada tanggal 28 November 1975. Menurut suatu laporan resmi dari PBB, selama berkuasa selama 3 bulan ketika terjadi kevakuman pemerintahan di Timor Leste antara bulan September, Oktober dan November, Fretilin melakukan pembantaian terhadap sekitar 60.000 penduduk sipil (sebagian besarnya adalah pendukung faksi integrasi dengan Indonesia). Dalam sebuah wawancara pada tanggal 5 April 1977 dengan Sydney Morning Herald, Menteri Luar Negeri Indonesia Adam Malik mengatakan bahwa “jumlah korban tewas berjumlah 50.000 orang atau mungkin 80.000”. Tak lama kemudian, kelompok pro-integrasi mendeklarasikan integrasi dengan Indonesia pada 30 November 1975 dan kemudian meminta dukungan Indonesia untuk mengambil alih  dari kekuasaan FRETILIN yang berhaluan Komunis.

Ketika pasukan Indonesia mendarat di Timor Leste pada tanggal 7 Desember 1975, FRETILIN didampingi dengan ribuan rakyat mengungsi ke daerah pegunungan untuk melawan tentara Indonesia. Lebih dari 200.000 orang dari penduduk ini kemudian mati di hutan karena pengeboman dari udara oleh militer Indonesia serta ada yang mati karena penyakit dan kelaparan. Banyak juga yang mati di kota setelah menyerahkan diri ke tentara Indonesia, tetapi Tim Palang Merah Internasional yang menangani orang-orang ini tidak mampu menyelamatkan semuanya.

Selain terjadinya korban penduduk sipil di hutan, terjadi juga pembantaian oleh kelompok radikal FRETILIN di hutan terhadap kelompok yang lebih moderat. Sehingga banyak juga tokoh-tokoh FRETILIN yang dibunuh oleh sesama FRETILIN selama di Hutan. Semua cerita ini dikisahkan kembali oleh orang-orang seperti Francisco Xavier do Amaral, Presiden Pertama yang mendeklarasikan kemerdekaan  pada tahun 1975. Seandainya Jenderal Wiranto (pada waktu itu Letnan) tidak menyelamatkan Xavier di lubang tempat dia dipenjarakan oleh FRETILIN di hutan, maka mungkin Xavier tidak bisa lagi jadi Ketua Partai ASDT di Timor Leste Sekarang.

Selain Xavier, ada juga komandan sektor FRETILIN bernama Aquiles yang dinyatakan hilang di hutan (kemungkinan besar dibunuh oleh kelompok radikal FRETILIN). Istri komandan Aquilis sekarang ada di Baucau dan masih terus menanyakan kepada para komandan FRETILIN lain yang memegang kendali di sektor Timur pada waktu itu tentang keberadaan suaminya.

Selama perang saudara di Timor Leste dalam kurun waktu 3 bulan (September-November 1975) dan selama pendudukan Indonesia selama 24 tahun (1975-1999), lebih dari 200.000 orang dinyatakan meninggal (60.000 orang secara resmi mati di tangan FRETILIN menurut laporan resmi PBB). Selebihnya mati di tangan Indonesia saat dan sesudah invasi dan ada pula yang mati kelaparan atau penyakit. Hasil CAVR menyatakan 183.000 mati di tangan tentara Indonesia karena keracunan bahan kimia dari bom-bom napalm, serta mortir-mortir.

menjadi bagian dari Indonesia tahun 1976 sebagai provinsi ke-27 setelah gubernur jenderal Timor Portugis terakhir Mario Lemos Pires melarikan diri dari Dili setelah tidak mampu menguasai keadaan pada saat terjadi perang saudara. Portugal juga gagal dalam proses dekolonisasi di Timor Portugis dan selalu mengklaim Timor Portugis sebagai wilayahnya walaupun meninggalkannya dan tidak pernah diurus dengan baik.

Amerika Serikat dan Australia “merestui” tindakan Indonesia karena takut menjadi kantong komunisme terutama karena kekuatan utama di perang saudara adalah Fretilin yang beraliran Marxis-Komunis. AS dan Australia khawatir akan efek domino meluasnya pengaruh komunisme di Asia Tenggara setelah AS lari terbirit-birit dari Vietnam dengan jatuhnya Saigon atau Ho Chi Minh City.

Namun PBB tidak menyetujui tindakan Indonesia. Setelah referendum yang diadakan pada tanggal 30 Agustus 1999, di bawah perjanjian yang disponsori oleh PBB antara Indonesia dan Portugal, mayoritas penduduk  memilih merdeka dari Indonesia. Antara waktu referendum sampai kedatangan pasukan perdamaian PBB pada akhir September 1999, kaum anti-kemerdekaan yang konon didukung Indonesia mengadakan pembantaian balasan besar-besaran, di mana sekitar 1.400 jiwa tewas dan 300.000 dipaksa mengungsi ke Timor barat. Sebagian besar infrastruktur seperti rumah, sistem irigasi, air, sekolah dan listrik hancur. Pada 20 September 1999 pasukan penjaga perdamaian International Force for East Timor (INTERFET) tiba dan mengakhiri hal ini. Pada 20 Mei 2002, Timor Timur diakui secara internasional sebagai negara merdeka dengan nama  dengan sokongan luar biasa dari PBB. Ekonomi berubah total setelah PBB mengurangi misinya secara drastis.

Semenjak hari kemerdekaan itu, pemerintah Timor Leste berusaha memutuskan segala hubungan dengan Indonesia antara lain dengan mengadopsi Bahasa Portugis sebagai bahasa resmi dan mendatangkan bahan-bahan kebutuhan pokok dari Australia sebagai “balas budi” atas campur tangan Australia menjelang dan pada saat referendum. Selain itu pemerintah Timor Leste mengubah nama resminya dari Timor Leste menjadi Republica Democratica de Timor Leste dan mengadopsi mata uang dolar AS sebagai mata uang resmi yang mengakibatkan rakyat Timor Leste menjadi lebih krisis lagi dalam hal ekonomi.

 

Sejarah Lepasnya Timor Leste dari Indonesia

Dimulai pada tahun 1520, Portugis menjajah yang saat itu dinamai Timor Portugues, disusul oleh Jepang dan Belanda yang berusaha menguasai wilayah . Belanda dan Portugis akhirnya membuat Perjanjian Lisbon 20 April 1859, yang mengatur batas-batas wilayah koloni Belanda dan Portugal di Hindia Belanda dan Timor Portugis.

Pada tahun 1974, rezim Estado Novo Portugal tumbang dan berujung pada pendirian partai politik Fretilin. Tujuan terbesar Fretilin yang berhaluan Marxisme adalah memerdekakan Timor Portugues dari penjajahan.

Pada 30 November 1975, Timor Leste merdeka dari jajahan Portugis. Namun hanya selang dua hari, tiga partai politik pesaing Fretilin, yaitu Partai KOTA, UDT, dan APODETI yang pro integrasi Indonesia mendeklarasikan integrasi ke Indonesia. Peristiwa ini dikenal sebagai Deklarasi Balibo.

Deklarasi ini menjadi sebuah legitimasi Pemerintahan Orde Baru di bawah Soeharto yang saat itu menentang keras gerakan komunisme untuk menginvasi  di bawah rezim Fretilin yang berhaluan kiri. Operasi ini disebut sebagai Operasi Seroja.

Operasi militer penaklukan  ini mendapatkan kecaman dari dunia internasional atas kekerasan yang dilakukan oleh tentara Indonesia. Pada tahun 1976,  masuk ke Indonesia sebagai provinsi baru bernama Timor Timur.

Di bawah kepemimpinan B.J Habibie setelah diturunkannya rezim Soeharto, diadakan referendum pada 30 Agustus 1999 untuk menentukan apakah Timor Timur lepas dari Indonesia atau tidak.

Hasil referendum menyatakan mayoritas rakyat Timor Timur ingin memerdekakan diri dari Indonesia. Terjadi gejolak konflik hingga pasukan penjaga perdamaian PBB untuk Timor Timur (INTERFET) turun tangan. Akhirnya pada 20 Mei 2002, Timor Timur mendapat pengakuan dunia internasional sebagai negara merdeka dengan nama Timor Leste.

Fakta-fakta 

         1.Bahasa Indonesia sebagai bahasa kerja

Timor Leste menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa kerja. Sementara bahasa sehari-hari menggunakan bahasa Tetun yang merupakan bahasa daerah, dan bahasa Portugis.

 

  1. Provinsi ke-27 Negara Kesatuan Republik Indonesia

Timor Leste pernah menjadi wilayah jajahan bangsa Portugis. Sebelum menjadi negara merdeka dan diakui dunia internasional pada 20 Mei 2002, Timor Leste bernama Timor Timur yang merupakan bagian dari provinsi ke-27 di Indonesia pada tahun 1976.

 

  1. Mata Uang Timor Leste

Timor Leste masih menggunakan mata uang dolar AS dan koin Centavo  dengan pecahan 1, 5, 10, 25, 50. 100 Centavo Timor Leste setara dengan 1 dolar AS. Selain itu, masih ada yang menggunakan rupiah untuk berdagang di sekitar perbatasan Timor Leste dan Indonesia.

 

  1. Total Penduduk Timor Leste

Pemerintahan Timor Leste melalui Direktorat Jenderal Statistik Kementerian Keuangan telah melakukan sensus penduduk tahun 2022. Dari laporan sementara, hasil sensus penduduk 2022 menunjukkan angka populasi sebanyak 1.340.434 jiwa, naik 1,8% dari tahun 2021.

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *